Alkisah ada seorang sarjana muda kedokteran salah satu kampus ternama. Setelah lulus dan pulang ke kampung halamannya, ia membuka klinik pengobatan modern.
Dihari pertamanya membuka klinik pengobatan, ramai antrian warga. Maklumlah, kedatangan dokter muda ini sudah lama dinanti-nanti, karena memang di kampung halaman tersebut tidak ada klinik pengobatan modern, kecuali, klinik pengobatan tradisional milik abah kotok.
Mulai pukul 08.00 pagi sang dokter muda membuka kliniknya, pukul 21.00 malam waktunya tutup. Namun kliniknya masih saja ramai dikunjungi warga yang ingin berobat. Beberapa diantaranya ada yang rela menunggu sejak siang padahal hanya sekedar ingin berkonsultasi seputar kesehatan dan penyakit yang dideritanya.
Di dalam hatinya sang dokter mulai mengeluh geram karena warga masih saja ada yang datang padahal sudah lewat pukul 21.00 malam, ia bergumam dalam hati "apakah warga ini pada tidak bisa membaca, besar-besar sudah kutulis jadwal buka dan tutup klinik ini, masih saja datang".
Kenyataan yang lebih membuatnya geram lagi adalah warga yang datang sebagian tidak membawa uang cukup untuk menebus obat atau mengganti waktu berharganya dengan uang yang lebih karena sebagian hanya sekedar ingin konsultasi saja.
Hari pertama membuka klinik pengobatan modern di kampung halamannya cukup memberikan syok dan trauma kecil bagi sang dokter, yups, lelah yang sangat, waktu yang terbuang untuk melayani warga-warga miskin, dan bayaran yang tak sesuai membuatnya kapok membuka klinik pengobatan di kampung halaman.
"Sungguh ini diluar ekspetasiku, Aku kan dokter lulusan kampus ternama, aku telah menghabiskan uang cukup banyak untuk menyelesaikan studiku ini, tahu begini lebih baik aku buka klinikku di kota saja, karena di kota sudah pasti para pengusaha dan pejabat yang datang berobat, tidak seperti ini, warga miskin !!!." Grutu sang dokter dalam hatinya.
Hari kedua, pukul 08.00 pagi, antrian warga sudah nampak ramai, namun ada yang berbeda dari hari pertama. Gerbang klinik sang dokter tertutup rapat, nampak jelas papan pengumuman yang mengglantung disela sela gerbang, bertuliskan klinik ditutup untuk sementara waktu.
Dokter muda itu mengintip dari balik jendela rumahnya yang jika dilihat dari luar akan nampak gelap, namun sangat jelas dari dalam. sambil tersenyum kecil hatinya berucap "Hemmmm rasakan, seharusnya aku memang tak membuka klinik berobat modernku di kampung halaman, rugi aku, dan juga warga miskin tak pantas berobat denganku, bukan levelku".
Dalam keputus asaan para warga, nampak dari kejauhan abah kotok mengayuh sepedahnya, sampailah didepan warga yang masih ramai di depan gerbang itu.
Kring.... Kring.... Kring..... Abah kotok menyapa sambil tersenyum.
"Abaaaaaahhhh" teriak seorang warga. "Ciiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttt" bunyi rem depan sepedah abah kotok yang hampir habis. "Ada apa pak toing ?" Tanya abah kotok. "Klinik abah buka tidak hari ini ? Anaku sakit panas bah" teriak pak toing, dari depan gerbang. "Buka, sesampainya dirumah abah buka, datang saja kerumah sekarang, abah tunggu dirumah" sahut abah kotok dari sebrang jalan sambil mulai mengayuh sepedah ontelnya lagi.
"Maaf bapak-bapak, ibu-ibu, saya permisi duluan, daripada saya menunggu pak dokter, keburu anak saya nambah sakit, saya pamit dulu ya pak, buk, biasanya juga anak saya sembuh diberi obat oleh abah kotok" pamit pak toing kepada warga yang masih menunggu di depan gerbang klinik pengobatan modern itu.
Moral story abah kotok : terkadang yang bukan lulusan kampus ternama bisa lebih bermanfaat untuk masyarakat biasa.
Note: Tidak ada Dokter manapun yang memiliki karakter seperti cerita di atas, itu hanya cerita fiksi biasa. Apapun dan dari manapun kita, dengan atau bahkan tanpa gelar sarjana, harus bisa bermanfaat untuk sesama, apalagi rakyat biasa, Semoga kita termasuk di dalamnya.
(shd)
Komentar
Posting Komentar